Minggu, 05 Juni 2016

translate


Nota Kesepahaman
Ini Memorandum of Understanding ("MOU") tanggal 26 Oktober tahun 2015, ("tanggal berlaku") dibuat oleh dan antara:-
1. PT Bank BNI Syariah, sebuah perusahaan yang didirikan di bawah hukum Indonesia dan memiliki kepala yang tempat usaha di Tempo bangunan Pavillion 1, 3-6 lantai, Jl HR Rasuna Said Kav 10-11, 12950 Jakarta, Indonesia (selanjutnya disebut "BNI Syariah"); dan
2. PT MasterCard Indonesia, sebuah perusahaan yang didirikan di Indonesia dan memiliki utamanya tempat usaha di Sentral Senayan I, lantai 17 Unit 117E, Jl. Asia Afrika No. 8, 10270 Jakarta, Indonesia (selanjutnya disebut sebagai "MasterCard Indonesia").
Resital
(A) BNI Syariah dan MasterCard Indonesia ingin memperkuat kami ada kerjasama dan kemitraan syariah produk dan layanan yang terkait dengan pembayaran elektronik dengan pandangan untuk mendukung pemerintah Indonesia dan Kementerian agama dalam mewujudkan cita-cita keuangan inklusi, e-pemerintah dan cashless masyarakat. 
(B) BNI Syariah dan MasterCard ingin dokumen di MOU ini perjanjian mereka pada lingkup kerjasama dan kemitraan.
1.     Lingkup kerja
1.1 Secara khusus, BNI Syariah dan MasterCard Indonesia dan keinginan untuk memperluas dan memperdalam kemitraan kami yang ada dalam bentuk Haji dan Umroh kartu-kartu debit syariah yang dikeluarkan oleh BNI Syariah dengan Brand MasterCard ("Haji dan Umroh kartu Program").
1.2 Lingkup memperkuat kerjasama antara BNI Syariah dan MasterCard Indonesia akan meliputi:
A.      BNI Syariah, sebagai bank pertama di Indonesia untuk mengeluarkan kartu Haj & Umroh dan salah satu bank yang ditunjuk pemerintah untuk mendistribusikan berhaji hidup tunjangan, akan berkoordinasi erat dengan Kementerian agama untuk memfasilitasi proses pencairan saat ini dan selanjutnya, melihat ke dalam kemungkinan menggunakan elektronik berarti kucuran berhaji hidup tunjangan subsidi untuk peziarah;
B.      MasterCard, sebagai operator jaringan dan mitra dari BNI Syariah, akan menyediakan platform dan saluran untuk penarikan tunai dan point-of-sale penerimaan di Arab Saudi dan seterusnya;
C.      Mendukung program-program keaksaraan keuangan antara peziarah sebelum embarkasi ke Arab Saudi, termasuk pendidikan pada manfaat pembayaran elektronik dan bagaimana menggunakan kartu. Pendidikan keuangan dapat mencakup, namun tidak terbatas pada, pra-embarkasi briefing selama masa karantina dan bahan-bahan pendidikan dalam bentuk pamflet dan klip video;
D.      Mendorong dan memfasilitasi peziarah yang pemegang kartu untuk menggunakan Haji dan Umroh kartu Program dengan mendepositokan tabungan mereka, termasuk tinggal tunjangansubsidi ke account mereka pendanaan, mengurangi kebutuhan untuk membawa uang tunai ke Arab Saudi;
E.       Menjaga Kementerian agama Diperbarui pada kemajuan kerjasama dan mendapatkan bimbingan dari Departemen yang sesuai.
1.3 Tidak ada dalam MOU ini akan membuat salah satu pihak agen pihak lain untuk tujuan apapun. Kedua belah pihak harus memiliki otoritas atau kekuasaan untuk mengikat yang lain untuk kontrak atau membuat kewajiban terhadap yang lain dengan cara apapun.
2 TERM
2.1 Menyimpan dinyatakan digantikan oleh persetujuan definitif, MOU ini akan bermula dari tanggal efektif dan akan terus berlaku kecuali dinyatakan sebelumnya dihentikan sesuai dengan ketentuan ini MOU ("TERM"). 
 2.2 Untuk menghindari keraguan, masing-masing pihak menanggung biaya dan pengeluaran yang mungkin dikeluarkan dalam persiapan dan pelaksanaan rencana bisnis, dan untuk melakukan masing-masing kewajiban dan tanggung-jawab di bawah nota kesepahaman ini antara mereka sendiri.
3. Bukan-pengungkapan informasi rahasia
3.1 Selama masa MOU ini, masing-masing pihak dapat mengungkapkan informasi rahasia lainnya (seperti yang didefinisikan dalam ayat ini).  "Informasi rahasia" berarti semua informasi yang ditandai sebagai "Rahasia" atau menggunakan legenda serupa apapun dan informasi apapun yang pihak yang menerima sewajarnya dan seharusnya tahu rahasia seperti yang diungkapkan oleh salah satu pihak ("mengungkapkan Partai") kepada pihak lain ("menerima Partai") atau salah satu karyawan atau agen menerima Partai, kecuali informasi yang sebelumnya dikenal dengan pihak penerima atau dikembangkan secara independen oleh pihak penerima di domain publik tanpa melanggar ini ayat atau diungkapkan kepada publik oleh pihak pengungkap baik sebelum atau setelah penerimaan Partai menerima informasi demikian dari pihak pengungkap atau diperlukan oleh hukum atau badan pemerintah untuk diungkapkan.
3.2 Menerima Partai akan tidak menggunakan informasi rahasia kecuali dalam pemajuan ditetapkan hubungan dalam MOU ini, atau menerbitkan, mengungkapkan atau menyebarkan itu, kecuali sebagaimana mungkin diperbolehkan oleh pihak pengungkap dalam menulis.   Pihak yang menerima lebih lanjut harus bertanggung jawab untuk pemenuhan terdahulu oleh karyawannya atau perwakilannya.  Untuk menghilangkan keraguan pelanggaran klausa ini oleh personil dari Partai menerima dianggap pelanggaran oleh pihak yang menerima.  
3.3 Berdasarkan pengakhiran atau berakhirnya MOU ini dan jika diminta oleh pihak pengungkap dalam menulis, dan tanpa prasangka terhadap keumuman ketentuan dari MOU ini, pihak penerima harus menyampaikan kepada pihak pengungkap semua kertas atau dokumen yang mengandung informasi rahasia. 
3.4 Klausul ini akan tetap berlaku untuk jangka waktu 3 tahun dari pengakhiran atau berakhirnya MOU ini.


4.Penghentian ( pemecetan )
4.1 MOU ini dapat dihentikan, dengan atau tanpa sebab, oleh pihak dengan menyediakan sebelumnya tiga puluh (30) hari pemberitahuan tertulis kepada pihak lain.  Penghentian haruslah tanpa merugikan hak-hak yang masih harus dibayar dan/atau kewajiban termasuk untuk pelanggaran terhadap MOU ini.
5. Umum
5.1 MOU ini atau setiap hak, tugas atau kewajiban dilakukan bukanlah royalti atau dipindahtangankan oleh salah satu pihak tanpa persetujuan tertulis sebelumnya dari pihak lain.  Setiap upaya untuk menetapkan salah satu hak, tugas atau kewajiban MOU ini tanpa persetujuan tersebut dianggap batal.
5.2 MOU ini dapat diubah hanya oleh amandemen tertulis yang telah ditandatangani oleh orang-orang yang akan menandatangani perjanjian atas nama BNI Syariah dan MasterCard Indonesia.
 5.3 Jika ketentuan apapun atau ketentuan MOU ini dilaksanakan tidak valid, ilegal atau tidak dapat diberlakukan, kedua belah pihak diperlukan untuk melakukan penyediaan mengatakan bahwa kata penyediaan tidak valid, ilegal atau tidak dapat dilaksanakan, namun, seperti ketetapan itu harus ditegakkan untuk Sejauh diizinkan oleh hukum yang berlaku dan keabsahan, keabsahan dan keberlakuan ketentuan yang tersisa tidak akan cara terpengaruh atau dirusak dengan demikian. 
5.4 MOU ini diatur oleh dan ditafsirkan sesuai dengan undang-undang Singapura.  Para pihak tidak dapat ditarik kembali setuju untuk tunduk kepada yurisdiksi pengadilan Singapura. Para pihak tidak dapat ditarik kembali setuju untuk tunduk kepada yurisdiksi non-eksklusif pengadilan Singapura.  Kontrak (hak-hak pihak ketiga) Act bab 53B Singapura tidak berlaku Perjanjian ini.
5.5 Penandatangan pihak harus mematuhi, dan akan menjamin bahwa masing-masing subkontraktor dan personil mereka mematuhi, Semua anti-suap dan korupsi hukum yang berlaku untuk semua transaksi bisnis dan kegiatan yang dilakukan berkaitan dengan penandatangan MOU ini. Melanggar klausul ini akan merupakan pelanggaran material terhadap MOU ini.
5.6 Pernyataan Pers atau publik harus dalam bentuk yang akan disepakati antara para pihak. 5.6 klausul ini akan bertahan setiap pengakhiran atau berakhirnya MOU ini.
5.7 MOU ini dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Kedua versi sama otentik. Dalam hal terjadi ketidaksesuaian atau berbeda penafsiran antara versi bahasa Indonesia dan versi bahasa Inggris, versi bahasa Inggris akan menang dan versi bahasa Indonesia yang relevan akan diubah agar sesuai dengan versi bahasa Inggris dan untuk membuat bagian yang relevan dari versi bahasa Indonesia sesuai dengan bagian yang relevan dari versi bahasa Inggris.
6.Tak mengikat efek dan kondisi preseden
6.1 MOU ini adalah semata-mata sebuah ekspresi dari maksud antara BNI Syariah dan MasterCard Indonesia berkaitan dengan tujuan umum untuk dikejar dan ringkasan diskusi-diskusi Pendahuluan yang diadakan tanggal. MOU ini tidak akan kesepakatan yang mengikat atau definitif dan menciptakan tidak ada hukum atau kewajiban mengikat pada salah satu pihak, kecuali bahwa klausul 2, 3, 4, 5 dan 6 akan mengikat para pihak.
BNI Syariah

PT MasterCard Indonesia









Tanda Tangan

Tanda Tangan


Nama :                                                                                                                  Nama: [masukkan nama dari penandatangan resmi]      

Judul  :                                                                                                                  Judul: [masukkan penunjukan   penandatangan resmi]

Jumat, 01 April 2016

Definition and characteristics of the ASEAN Economic Community ( AEC ).



Definition and characteristics of the ASEAN Economic Community ( AEC ).

Definition and characteristics of the ASEAN Economic Community ( AEC ) . MEA is a form of economic integration of ASEAN in terms of their system free perdagaangan between asean countries . Indonesia and nine other ASEAN member countries have agreed agreement ASEAN Economic Community ( AEC ) or the ASEAN Economic Community ( AEC ) .
At the summit in Kuala Lumpur in December 1997 ASEAN Leaders decided to transform ASEAN into a region that is stable, prosperous and highly competitive with equitable economic development , and reduced poverty and socio-economic disparities ( ASEAN Vision 2020) .
At the Bali Summit in October 2003 , the ASEAN leaders stated that the ASEAN Economic Community ( AEC ) will be the goal of regional economic integration in 2020 , the ASEAN Security Community and ASEAN Socio-Cultural Community two inseparable pillars of the ASEAN Community . All parties are expected to work in building a strong ASEAN Community by 2020 .
Furthermore , ASEAN Economic Ministers Meeting held in August 2006 in Kuala Lumpur , Malaysia , agreed to advance the ASEAN Economic Community ( AEC ) with clear targets and timetables for implementation .
At the ASEAN Summit 12 in January 2007 , the Leaders reiterated their strong commitment to accelerate the establishment of the ASEAN Community by 2015 proposed in the ASEAN Vision 2020 and the ASEAN Concord II , and signed the Cebu Declaration on the Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by 2015. In specifically, the leaders agreed to accelerate the establishment of an ASEAN Economic Community by 2015 and to transform ASEAN into a region with free trade in goods, services , investment , skilled labor , and freer flow of capital .

ASEAN Economic Community ( AEC ) is a realization of the ultimate goal of economic integration espoused in Vision 2020 , which is based on the convergence of the interests of member countries of ASEAN to deepen and broaden economic integration through existing and new initiatives with a clear deadline . on establishing the ASEAN Economic Community ( AEC ) , ASEAN must act in accordance with the principles of an open , outward-looking , inclusive and market-oriented economy consistent with multilateral rules , and compliance with the system for compliance and implementation of an effective commitment to a rules-based economy .
 
ASEAN Economic Community ( AEC ) will establish ASEAN as a single market and production base to make ASEAN a more dynamic and competitive with the mechanisms and measures to strengthen the implementation of existing and new economic initiatives ; accelerate regional integration in priority sectors ; facilitating the movement of business , skilled labor and talents ; and strengthen the institutional mechanisms of ASEAN . As a first step to realize the ASEAN Economic Community ,
At the same time , the ASEAN Economic Community ( AEC ) will address the development gaps and accelerate the integration of the countries of Cambodia , Laos , Myanmar and VietNam through the Initiative for ASEAN Integration and other regional initiatives .
The cooperation is a form of :


Human resource development and capacity building; Recognition of professional qualifications ; Closer consultation on macroeconomic and financial policies ; Trade financing measures ; Improving infrastructure The development of electronic transactions through e - ASEAN ; Integrating the industry throughout the region to promote local resources ; Increased involvement of the private sector to build the ASEAN Economic Community ( AEC ) . The importance of external trade for ASEAN and the need for an ASEAN Community as a whole to keep looking forward ,


The main characteristics of the ASEAN Economic Community ( AEC ) : Single market and production base , Competitive economic region , Region of equitable economic development The area is fully integrated in the global economy . These characteristics are related to each other strongly. By Incorporating elements required of each characteristic and should ensure consistency and coherence of the elements as well as proper implementation and mutual coordinating among relevant stakeholders .

Ø I think personally , the MEA can provide positive and negative sides , especially for young people in Indonesia . The plus side , MEA will provide considerable opportunities in various fields of human resources if the government has prepared optimally youth , considering Indonesia has lots of natural resources . The downside, if the government does not prepare human resources properly , the opposite will occur, and rising unemployment due to the youth Indonesia can not compete with the youth of other countries . In welcoming MEA 2016 , personally no special strategy , I just further hone my foreign language skills in order to compete with other ASEAN community . The hope , youth in Indonesia more motivated to continue their education to higher education . Additionally , hone skills in a foreign language is also very necessary to face MEA 2016 .


Minggu, 24 Januari 2016

BAB 13 Isu Etika Dari Dunia Bisnis dan Profesi


Isu Etika Dari Dunia Bisnis dan Profesi

Isu-isu General dalam Etika Bisnis
1. Corporate Social Responsibility atau CSR
CSR merupakan suatu istilah dimana letak hak dan kewajiban yang bersifat etika  antara perusahaan dan masyarakat diperdebatkan
2. Professional ethics
Etika profesional mencakup keragaman/banyak masalah dan fenomena praktik etika bisnis yang timbul dari area fungsi-fungsi yang spesifik atau dalam relasi dengan profesi bisnis yang dikenal dengan accounting scandals .
3. Ethics of (sales and) marketing
Pemasaran yang jauh melampaui informasi utama tentang produk dan akses ke suatu produk akan mencari celah memanipulasi nilai-nilai dan perilaku orang/konsumen. Etika pemasaran tumpangtindih secara ketat dengan media ethics, karena pemasaran menggunakan media besar-besaran. Namun,  media ethics adalah suatu topik besar dan di luar cakupan etika bisnis (Pricing: price fixing, price discrimination, price skimming)
4. Ethics of human resource management
Etika dari  Human Resource Management (HRM) mencakup isu-isu yang muncul disekitar relasi antara employer-employee, seperti hak-hak dan kewajiban yang dimiliki oleh masing-masing.
CONTOH:
·                                             isu-isu discrimination termasuk diskiminasi berdasar usia  (ageism), gender, ras, agama, disability people/penyandang cacat, berat badan dan penampilan, sexual harrassment.
·                                             Isi-isu yang terkait dengan representasi dari pekerja dan  demokrasi di tempat kerja: union busting, strike breaking.
·                                             Isu-isu yang mempengaruhi privacy karyawan/pekerja >> workplace surveillance, drug testing
5. Ethics of production
Daerah etika bisnis terkait dengan kewajiban suatu perusahaan untuk menjamin bahwa produk dan proses produksi tidak menyebabkan kerusakan. Beberapa dilema yang parah dalam area ini muncul dari fakta bahwa selamanya ada suatu derajad bahaya dalam suatu produk atau proses produksi dan sangat sulit untuk mendefinisikan suatu derajat yang dapat dibenarkan, atau derajad pembenaranyya akan tergantung pada perubahan kondisi dari teknologi atau perubahan persepsi sosial atau penerimaaan tingkat resiko.
6. Ethics of intellectual property, knowledge & skills
Pengetahuan dan keterampilan merupakan sesuatu yang sangat berharga tetapi tidak mudah menjadi obyek yang dimiliki/kepemilikan.  Tidak selalu jelas siapa yang memiliki hak lebih besar terhadap suatu ide/gagasan: perusahaan yang melatih karyawan atau karyawan itu sendiri.

Isu-isu Teoritis dalam Etika Bisnis
1. Konflik Kepentingan
·                     Etika Bisnis dapat diamati/diuji dari beragam perspektif, termasuk perspektif karyawan, perusahaan komersial, dan masyarakat sebagai suatu keseluruhan.
·                     Tidak jarang, muncul situasi dimana ada konflik antara satu atau lebih pihak, dimana pelayanan terhadap kepentingan satu pihak adalah merugikan/merusak kepentingan pihak lain.Menurut beberapa ahli etika/ethicists “PERAN UTAMA DARI SUATU ETIKA ADALAH SEBAGAI PENYEIMBANG dan REKONSILIASI KONFLIK  KEPENTINGAN ( Henry Sidgwick)
·                                             sebagai contoh, suatu hasil tertentu mungkin sangat menguntungkan karyawan, tetapi berdampak buruk bagi perusahaan atau bagi  masyarakat, atau kebalikannya
Perkembangan Terakhir dari Etika Bisnis dan Profesi
Etika dalam dunia bisnis diperlukan untuk menjaga hubungan baik dan fairness dalam dunia bisnis. Etika bisnis mencapai status ilmiah dan akademis dengan identitas sendiri, pertama kali timbul di amerika srikat pada tahun 1970-an
Untuk memahami perkembangan etika bisnis De George membedakannya kepada lima periode 
1. Situasi Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur. Pada masa ini masalah moral disekitar ekonomi dan bisnis disoroti dari sudut pandang teologi.
2. Masa Peralihan: tahun 1960-an
pada saat ini terjadi perkembangan baru yang dapat disebut sbagai prsiapan langsung bagi timbulnya etika bisnis. Ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan).. Pada saat ini juga timbul anti konsumerisme. Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan memasukan mata kuliah baru ke dalam kurikulum dengan nama busines and society and coorporate sosial responsibility, walaupun masih menggunakan pendekatan keilmuan yang beragam minus etika filosofis.
3. Etika Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an
terdapat dua faktor yang mendorong kelahiran etika bisnis pada tahun 1970-an yaitu:
1.                sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis
2.                terjadinya krisis moral yang dialami oleh dunia bisnis.
 Pada saat ini mereka bekerja sama khususnya dengan ahli ekonomi dan manejemen dalam meneruskan tendensi etika terapan. Norman E. Bowie menyebutkan bahwa kelahiran etika bisnis ini disebabkan adanya kerjasama interdisipliner, yaitu pada konferesi perdana tentang etika bisnis yang diselanggarakan di universitas Kansas oleh philosophi Departemen bersama colledge of business pada bulan November 1974.
4. Etika Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an
di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Hal ini pertama-tama ditandai dengan semakin banyaknya perguruan tinggi di Eropa Barat yang mencantumkan mata kuliah etika bisnis. Pada taun1987 didirkan pula European Ethics Nwork (EBEN) yang bertujuan menjadi forum pertemuan antara akademisi dari universitas, sekolah bisnis, para pengusaha dan wakil-wakil dari organisasi nasional dan nternasional.
5. Etika Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an
Etika bisnis telah hadir di Amerika Latin , ASIA, Eropa Timur dan kawasan dunia lainnya. Di Jepang yang aktif melakukan kajian etika bisnis adalah institute of moralogy pada universitas Reitaku di Kashiwa-Shi. Di india etika bisnis dipraktekan oleh manajemen center of human values yang didirikan oleh dewan direksi dari indian institute of manajemen di Kalkutta tahun 1992. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.

Di indonesia sendiri pada beberapa perguruan tinggi terutama pada program pascasarjana telah diajarkan mata kuliah etika bisnis. Selain itu bermunculan pula organisasi-organisasi yang melakukan pengkajian khusus tentang etika bisnis misalnya lembaga studi dan pengembangan etika usaha indonesia (LSPEU Indonesia) di jakarta.

BAB 11 Pengertian Good Governance


Pengertian Good Governance

Good governance adalah “mantra” yang diucapkan oleh banyak orang di Indonesia sejak 1993. Kata governance mewakili suatu etika baru yang terdengar rasional, profesional, dan demokratis, tidak soal apakah diucapkan di kantor Bank Dunia di Washington, AS atau di kantor LSM yang kumuh di pinggiran Jakarta. Dengan kata itu pula wakil dari berbagai golongan profesi seolah disatukan oleh “koor seruan” kepada pemerintah yang korup di negara berkembang. “Good governance, bad men!” terkepung oleh seruan dari berbagai pihak, kalangan pejabat pemerintah pun lantas juga fasih menyebut konsep ini, meski dengan arti dan maksud yang berbeda.

Proses pemahaman umum mengenai governance atau tata pemerintahan mulai mengemuka di Indonesia sejak tahun 1990-an, dan mulai semakin bergulir pada tahun 1996, seiring dengan interaksi pemerintah Indonesia dengan negara luar sebagai negara-negara pemberi bantuan yang banyak menyoroti kondisi obyektif perkembangan ekonomi dan politik Indonesia. Istilah ini seringkali disangkutpautkan dengan kebijaksanaan pemberian bantuan dari negara donor, dengan menjadikan masalah isu tata pemerintahan sebagai salah satu aspek yang dipertimbangkan dalam pemberian bantuan, baik berupa pinjaman maupun hibah.

Kata governance sering dirancukan dengan government. Akibatnya, negara dan pemerintah menjadi korban utama dari seruan kolektif ini, bahwa mereka adalah sasaran nomor satu untuk melakukan perbaikan-perbaikan. Badan-badan keuangan internasional mengambil prioritas untuk memperbaiki birokrasi pemerintahan di Dunia Ketiga dalam skema good governance mereka. Aktivitis dan kaum oposan, dengan bersemangat, ikut juga dalam aktivitas ini dengan menambahkan prinsip-prinsip kebebasan politik sebagai bagian yang tak terelakkan dari usaha perbaikan institusi negara. Good governance bahkan berhasil mendekatkan hubungan antara badan-badan keuangan multilateral dengan para aktivis politik, yang sebelumnya bersikap sinis pada hubungan antara pemerintah negara berkembang dengan badan-badan ini. Maka, jadilah suatu sintesa antara tujuan ekonomi dengan politik.

Tetapi, sebagaimana layaknya suatu mantra, para pengucap tidak dapat menerangkan sebab akibat dari suatu kejadian, Mereka hanya mengetahui sebgian, yaitu bahwa sesuatu yang invisible hand menyukai mantra yang mereka ucapkan. Pada kasus good governance, para pengucap hanya mengetahui sedikit hal yaitu bahwa sesuatu yang tidak terbuka dan tidak terkontrol akan mengundang penyalahgunaan, bahwa program ekonomi tidak akan berhasil tanpa legitimasi, ketertiban sosial, dan efisiensi institusional.

Satu faktor yang sering dilupakan adalah, bahwa kekuatan konsep ini justru terletak pada keaktifan sektor negara, masyarakat dan pasar untuk berinteraksi. Karena itu, good governance, sebagai suatu proyek sosial, harus melihat kondisi sektor-sektor di luar negara.

Arti Good governance

Governance, yang diterjemahkan menjadi tata pemerintahan, adalah penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka.

Definisi lain menyebutkan governance adalah mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan pengaruh sector negara dan sector non-pemerintah dalam suatu usaha kolektif. Definisi ini mengasumsikan banyak aktor yang terlibat dimana tidak ada yang sangat dominan yang menentukan gerak aktor lain. Pesan pertama dari terminologi governance membantah pemahaman formal tentang bekerjanya institusi-institusi negara. Governance mengakui bahwa didalam masyarakat terdapat banyak pusat pengambilan keputusan yang bekerja pada tingkat yang berbeda.

Meskipun mengakui ada banyak aktor yang terlibat dalam proses sosial, governance bukanlah sesuatu yang terjadi secara chaotic, random atau tidak terduga. Ada aturan-aturan main yang diikuti oleh berbagai aktor yang berbeda. Salah satu aturan main yang penting adalah adanya wewenang yang dijalankan oleh negara. Tetapi harus diingat, dalam konsep governance wewenang diasumsikan tidak diterapkan secara sepihak, melainkan melalui semacam konsensus dari pelaku-pelaku yang berbeda. Oleh sebab itu, karena melibatkan banyak pihak dan tidak bekerja berdasarkan dominasi pemerintah, maka pelaku-pelaku diluar pemerintah harus memiliki kompetensi untuk ikut membentuk, mengontrol, dan mematuhi wewenang yang dibentuk secara kolektif.

Lebih lanjut, disebutkan bahwa dalam konteks pembangunan, definisi governance adalah “mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial untuk tujuan pembangunan”, sehingga good governance, dengan demikian, “adalah mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang substansial dan penerapannya untuk menunjang pembangunan yang stabil dengan syarat utama efisien) dan (relatif) merata.”

Menurut dokumen United Nations Development Program (UNDP), tata pemerintahan adalah “penggunaan wewenang ekonomi politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negra pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka.

Jelas bahwa good governance adalah masalah perimbangan antara negara, pasar dan masyarakat. Memang sampai saat ini, sejumlah karakteristik kebaikan dari suatu governance lebih banyak berkaitan dengan kinerja pemerintah. Pemerintah berkewajiban melakukan investasi untuk mempromosikan tujuan ekonomi jangka panjang seperti pendidikan kesehatan dan infrastuktur. Tetapi untuk mengimbangi negara, suatu masyarakat warga yang kompeten dibutuhkan melalui diterapkannya sistem demokrasi, rule of law, hak asasi manusia, dan dihargainya pluralisme. Good governance sangat terkait dengan dua hal yaitu (1) good governance tidak dapat dibatasi hanya pada tujuan ekonomi dan (2) tujuan ekonomi pun tidak dapat dicapai tanpa prasyarat politik tertentu.

Membangun Good governance

Membangun good governance adalah mengubah cara kerja state, membuat pemerintah accountable, dan membangun pelaku-pelaku di luar negara cakap untuk ikut berperan membuat sistem baru yang bermanfaat secara umum. Dalam konteks ini, tidak ada satu tujuan pembangunan yang dapat diwujudkan dengan baik hanya dengan mengubah karakteristik dan cara kerja institusi negara dan pemerintah. Harus kita ingat, untuk mengakomodasi keragaman, good governance juga harus menjangkau berbagai tingkat wilayah politik. Karena itu, membangun good governance adalah proyek sosial yang besar. Agar realistis, usaha tersebut harus dilakukan secara bertahap. Untuk Indonesia, fleksibilitas dalam memahami konsep ini diperlukan agar dapat menangani realitas yang ada.

Prinsip-Prinsip Tata Pemerintahan Yang Baik (Good Governance)

UNDP merekomendasikan beberapa karakteristik governance, yaitu legitimasi politik, kerjasama dengan institusi masyarakat sipil, kebebasan berasosiasi dan berpartisipasi, akuntabilitas birokratis dan keuangan (financial), manajemen sektor publik yang efisien, kebebasan informasi dan ekspresi, sistem yudisial yang adil dan dapat dipercaya. 
Sedangkan World Bank mengungkapkan sejumlah karakteristik good governance adalah masyarakat sispil yang kuat dan partisipatoris, terbuka, pembuatan kebijakan yang dapat diprediksi, eksekutif yang bertanggung jawab, birokrasi yang profesional dan aturan hukum.

Masyarakat Transparansi Indonesia menyebutkan sejumlah indikator seperti: transparansi, akuntabilitas, kewajaran dan kesetaraan, serta kesinambungan.

Asian Development Bank sendiri menegaskan adanya konsensus umum bahwa good governance dilandasi oleh 4 pilar yaitu 
(1) accountability, 
(2) transparency, 
(3) predictability, dan 
(4) participation. 

Jelas bahwa jumlah komponen atau pun prinsip yang melandasi tata pemerintahan yang baik sangat bervariasi dari satu institusi ke institusi lain, dari satu pakar ke pakar lainnya. Namun paling tidak ada sejumlah prinsip yang dianggap sebagai prinsip-prinsip utama yang melandasi good governance,yaitu
(1) Akuntabilitas, 
(2) Transparansi, dan 
(3) Partisipasi Masyarakat.

Berikut ini adalah pembahasan mendalam dari ketiga prinsip tersebut disertai dengan indikator serta alat ukurnya masing-masing:

Prinsip-prinsip utama yang melandasi good governance:
1.                Prinsip Akuntabilitas dalam Good Governance
2.                Prinsip Transparansi dalam Good Governance
3.                Prinsip Partisipatif dalam Good Governance
Indikator & Alat Ukur Prinsip dalam Good Governance:
1.                Indikator & Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas dalam Good Governance
2.                Indikator & Alat Ukur Prinsip Transparansi Dalam Good Governance
3.                Indikator & Alat Ukur Prinsip Partisipasi Publik dalam Good Governance




Sumber:
Dra.Loina Lalolo Krina P., Indikator & Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas, Transparansi & Partisipasi, Sekretariat Good Public Governance Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta – 2003

BAB 9 KEDUDUKAN SOSIAL PERUSAHAAN


KEDUDUKAN SOSIAL PERUSAHAAN


Konsep tanggung jawab sosial (social responsibility) perusahaan pertama kali dikemukakan oleh Howard R. Bowen pada tahun 1953, yang berpendapat bahwa para pelaku bisnis memiliki kewajiban untuk mengupayakan suatu kebijakan serta membuat keptusan atau melaksanakan berbagai tindakan yang sesuai dengan tujuan dan nilia-nilai masyarakat. Dan konsep ini telah memberikan teori dasar bagi pengembangan konsep tanggung jawab sosial (social responsibility).
Apa yang ditekankan oleh Bowen adalah kewajiban atau tanggung jawab sosial dari perusahaan berpedoman pada keselarasan dangan tujuan (objectivies) dan nilai-nilai (values) dari suatu masyarakat. Kedua hal tersebut, yakni keselarasan dengan tujuan dan nilai-nilai masyarakat merupakan dua proksi dasar tanggung jawab sosial.
Proksi pertama, perusahaan bisa mewujud dalam suatu masyarakat karena adanya dunkungan dari masyarakat. Oleh sebab itu, perilaku perusahaan dan cara yang digunakan perusahaan saat menjalankan bisnis harus berada dalam bingkai pedoman yang ditetapkan oleh masyarakat. Dalam hal in, seperti halnya pemerintah, perusahaan memiliki kontrak sosial (social contract) yang berisi sejumlah kewajiban dan hak.
Hal ini sejalan dengan teori legitimacy menegaskan bahwa perusahaan terus berupaya untukmemastikan bahwa mereka beroperasi dalam bingkai dan norma yang ada dalammasyarakat atau lingkungan di mana perusahaan berada, di mana mereka berusaha
untuk memastikan bahwa aktifitas mereka (perusahaan) diterima oleh pihak luarsebagai ”sah” (Deegan: 2004). Bingkai dan norma ini bukan sesuatu yang pastinamun berubah-ubah sepanjang waktu, maka diharapkan perusahaan responsifterhadap perubahan yang terjadi.
Teori Legitimacy ini berdasar pada pernyataan bahwa terdapat sebuah”kontrak sosial” antara perusahaan dengan lingkungan di mana perusahaan tersebut beroperasi. Kontrak sosial adalah sebuah cara untuk menjelaskan banyaknyaekspektasi yang dimiliki masyarakat mengenai bagaimana seharsunya perusahaanmenjalankan operasinya (Deegan, 2004).

Proksi kedua yang mendasari tanggung jawab sosial adalah bahwa pelaku bisnis bertindak sebagai agen moral (moral agent) dalam suatu masyarakat. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pimpinan dengan posisi puncak diperusahaan senantiasa melibatkan pertimbangan nilai atau paling tidak menggambarkan nilai-nilai yang dimiliki oleh manajemen puncak.

BAB 8 Hubungan Etika Bisnis Dengan Budaya Perusahaan

Hubungan Etika Bisnis Dengan Budaya Perusahaan

Etika pada dasarnya adalah standar atau moral yang menyangkut benar atau salah, baik atau buruk. Dalam kerangka konsep etika bisnis terdapat berbagai pengertian tentang etika perusahaan, etika kerja, dan etika perorangan, yang menyangkut hubungan-hubungan sosial antara perusahaan, karyawan, dan lingkungannya. Etika perusahaan menyangkut hubungan perusahaan dengan karyawan yang sebagai satu kesatuan dengan lingkungannya. Etika kerja berkaitan dengan antara perusahaan dengan karyawannya, dan etika perorangan mengukur hubungan antarkaryawan.

Pelaku etis yang telah berkembang dalam perusahaan menimbulkan situasi saling percaya antara perusahaan dan stakeholder, yang memungkinkan perusahaan meningkatkan keuntungan jangka panjang. Perilaku etis akan mencegah pelanggan, pegawai, dan pemasok bertindak oportunis, serta timbulnya saling percaya. Budaya perusahaan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan perilaku etis, karena budaya perusahaan merupakan seperangkat nilai dan norma yang membimbing tindakan karyawan. Budaya dapat mendorong terciptanya perilaku yang etis, dan sebaliknya dapat pula mendorong perilaku yang tidak etis. Kebijakan perusahaan untuk memberikan perhatian yang serius pada etika perusahaan dan memberikan citra bahwa manajemen mendukung perilaku etis dalam perusahaan.

Kebijakan perusahaan biasanya secara fomal didokumentasikan dalam bentuk Kode Etik (Code of Conduct). Di tengah iklim keterbukaan dan globalisasi yang membawa keragaman budaya, kode etik memiliki peranan yang sangat penting sebagai buffer dalam interaksi intensif beragam ras, pemikiran, pendidikan, dan agama. Sebagai persemaian untuk menumbuhkan perilaku etis, perlu dibentuk iklim etika dalam perusahaan. Iklim etika tersebut tercipta, jika dalam suatu perusahaan terdapat kumpulan pengertian tentang perilaku apa yang dianggap benar dan tersedia mekanisme yang memungkinkan permasalahan mengenai etika dapat diatasi. Terdapat tiga faktor utama yang memungkinkan terciptanya iklim etika dalam perusahaan, yaitu:
1.      Terciptanya budaya perusahaan secara baik
2.      Terbangunnya suatu kondisi organisasi berdasarkan saling percaya (trust-based organization)
3.      Terbentuknya manajemen hubungan antarpegawai (employee relationship management)
Iklim etika dalam perusahaan dipengaruhi oleh adanya interaksi  beberapa faktor, yaitu:
1.      Faktor kepentingan diri sendiri
2.      Faktor keuntungan perusahaan
3.      Faktor pelaksanaan efisiensi
4.      Faktor kepentingan kelompok
Penciptaan iklim etika mutlak diperlukan, meskipun memerlukan waktu, biaya, dan ketekunan manajemen. Dalam iklim etika, kepentingan stakeholderterakomodasi secara baik karena dilandasi dengan rasa saling percaya.
Sumber:
Buku “ETIKA BISNIS bagi PELAKU BISNIS” karangan Agus Arijanto, S.E., M.M

BAB 7 Perspektif Etika Bisnis Dalam Ajaran Islam dan Barat, Etika Profesi



Perspektif Etika Bisnis Dalam Ajaran Islam dan Barat, Etika Profesi
1 . Beberapa Aspek Etika Bisnis Islami
1.    Kesatuan (Tauhid/Unity)
Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.
Dari konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.
2.    Keseimbangan (Equilibrium/Adil)
Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan. Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi.
Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan.
Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya,” (Q.S. al-Isra’: 35).
Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat adil,tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Maidah ayat 8 yang artinya: “Hai orang-orang beriman,hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah SWT,menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-sekali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.Berlaku adillah karena adil lebih dekat dengan takwa.”
3.    Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.
Kecenderungan manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya melalui zakat, infak dan sedekah.
4.    Tanggung jawab (Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanya secara logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya.
5.    Kebenaran: kebajikan dan kejujuran
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.
Dengan prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan transaksi, kerjasama atau perjanjian dalam bisnis.
2.Teori Ethical Egoism
Teori ini hanya melihat diri pelaku sendiri , di ukur dari apakah hal tersebut mempunyai dampak baik datau buruk untuk diri sendiri, tidak mengindahkan dampak kepada orang lain kecuali dampak oramg lain berpengaruh kepada pelaku
3. Teori Relativisme
Relativisme berasal dari kata Latin, relativus, yang berarti nisbi atau relatif. Sejalan dengan arti katanya, secara umum relativisme berpendapat bahwa perbedaan manusia, budaya, etika, moral dan agama bukanlah perbedaan dalam hakikat, melainkan perbedaan karena faktor-faktor di luarnya  Sebagai paham dan pandangan etis, relativisme berpendapat bahwa yang baik dan yang jahat, yang benar dan yang salah tergantung pada masing-masing orang dan budaya masyarakatnya. Ajaran seperti ini dianut oleh Protagras, Pyrrho dan pengikut-pengikutnya, maupun oleh kaum Skeptik.
4. Konsep Deontology
Berasal dari bahasa yunani Deon yang berarti kewajiban/ Sesuatu yang harus.  Etika deontology ini lebih menekankan pada kewajiban manusia untuk bertindak secara baik menurut teori ini tindakan baik bukan berarti harus mndatangkan kebaikan namun berdasarkan baik pada dirinya sendiri jikalau kita bisa katakana ini adalah mutlak harus dikerjakan tanpa melihat berbagai sudut pandang.  Konsep ini menyiratkan adanya perbedaan kewajiban yang hadir bersamaan. Artinya ada sebuah persoalan yang kadang baik dilihat dari satu sisi, namun juga terlihat buruk dari sudut pandang lain. Menurut David MCnaughton, kebaikan dan keburukan tidak bisa dilihat semata-mata berdasarkan nilai baik dan buruk,  dua hal ini dilihat dari konteks terjadinya perbuatan, bisa kita contohkan ada sebuah kasus atau sebuah perbuatan, bisa saja perbuatan ini benar di mata masyarakat umum atau benar berdasarkan konsep-konsep umum yang ada, namun pada kenyataannya saat dilakukan terlihat buruk atau bahkan dampaknya negative.
5.Pengertian Profesi
Profesi adalah kata serapan dari sebuah kata dalam bahasa Inggris “Profess”, yang dalam bahasa Yunani adalah “Επαγγελια”, yang bermakna: “Janji untuk memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara tetap/permanen”.
Profesi juga sebagai pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran, keuangan, militer, teknik desainer, tenaga pendidik.
Seseorang yang berkompeten di suatu profesi tertentu, disebut profesional. Walau demikian, istilah profesional juga digunakan untuk suatu aktivitas yang menerima bayaran, sebagai lawan kata dari amatir. Contohnya adalah petinju profesional menerima bayaran untuk pertandingan tinju yang dilakukannya, sementara olahraga tinju sendiri umumnya tidak dianggap sebagai suatu profesi.
6. Kode Etik
Kode etik adalah suatu sistem norma, nilai & juga aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar & baik & apa yang tidak benar & tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa saja yang benar / salah, perbuatan apa yang harus dilakukan & perbuatan apa yang harus dihindari. Atau secara singkatnya definisi kode etik yaitu suatu pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis ketika melakukan suatu kegiatan / suatu pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan / tata cara sebagai pedoman berperilaku.
Pengertian kode etik yang lainnya yaitu, merupakan suatu bentuk aturan yang tertulis, yang secara sistematik dengan sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada & ketika dibutuhkan dapat difungsikan sebagai alat untuk menghakimi berbagai macam tindakan yang secara umum dinilai menyimpang dari kode etik tersebut.
Tujuan kode etik yaitu supaya profesional memberikan jasa yang sebaik-baiknya kepada para pemakai atau para nasabahnya. Dengan adanya kode etik akan melindungi perbuatan dari yang tidak profesional.
Ketaatan tenaga profesional terhadap kode etik merupakan ketaatan yang naluriah, yang telah bersatu dengan pikiran, jiwa serta perilaku tenaga profesional. Jadi ketaatan tersebut terbentuk dari masing-masing orang bukan karena suatu paksaan. Dengan demikian tenaga profesional merasa jika dia melanggar kode etiknya sendiri maka profesinya akan rusak & yang rugi dia sendiri.
7. Prinsip Etika Profesi
1.    Pertama, prinsip tanggung jawab. Tanggung jawab adalah satu prinsip pokok bagi kaum profesional, orang yang profesional sudah dengan sendirinya berarti orang yang bertanggung jawab. Pertama, bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaannya dan terhadap hasilnya. Maksudnya, orang yang profesional tidak hanya diharapkan melainkan juga dari dalam dirinya sendiri menuntut dirinya untuk bekerja sebaik mungkin dengan standar di atas rata-rata, dengan hasil yang maksimum dan dengan moto yang terbaik. Ia bertanggung jawab menjalankan pekerjaannya sebaik mungkin dan dengan hasil yang
2.    Prinsip kedua adalah prinsip keadilan . Prinsip ini terutama menuntut orang yang profesional agar dalam menjalankan profesinya ia tidak merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu, khususnya orang-orang yang dilayaninya dalam rangka profesinya demikian pula. Prinsip ini menuntut agar dalam menjalankan profesinya orang yang profesional tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap siapapun termasuk orang yang mungkin tidak membayar jasa profesionalny
3.    Prinsip ketiga adalah prinsip otonomi. Ini lebih merupakan prinsip yang dituntut oleh kalangan profesional terhadap dunia luar agar mereka diberi kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya. Sebenarnya ini merupakan kensekuensi dari hakikat profesi itu sendiri. Karena, hanya kaum profesional ahli dan terampil dalam bidang profesinya, tidak boleh ada pihak luar yang ikut campur tangan dalam pelaksanaan profesi tersebut. ini terutama ditujukan kepada pihak pemerintah. Yaitu, bahwa pemerintah harus menghargai otonomi profesi yang bersangkutan dan karena itu tidak boleh mencampuri urusan pelaksanaan profesi tersebut.
4.    Prinsip integritas moral. Berdasarkan hakikat dan ciri-ciri profesi di atas terlihat jelas bahwa orang yang profesional adalah juga orang yang punya integritas pribadi atau moral yang tinggi. Karena, ia mempunyai komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran profesinya, nama baiknya dan juga kepentingan orang lain dan masyarakat. Dengan demikian, sebenarnya prinsip ini merupakan tuntutan kaum profesional atas dirinya sendiri bahwa dalam menjalankan tugas profesinya ia tidak akan sampai merusak nama baiknya serta citra dan martabat profesinya. didapat secara langsung oleh pelaku profesi (profesional), misalnya saja seorang yang baru lulus dari fakultas kedokteran tidak akan langsung dapat menjalankan seluruh profesi kedokterannya tersebut, melainkan dengan pengalaman (jam terbang) dokter
Sumber